Pencegahan Anxiety (Anxiety Bagian 2-tamat)
A
nxiety disorder pada anak-anak dan dewasa muda dapat dicegah dan diatasi secara efektif dengan menggunakan serangkaian program intervensi dini (Dadds et al., 2000).
I. Pengertian Anxiety II. Gejala Anxiety III. Etiologi dan Fisiologi Anxiety IV. Klasifikasi Anxiety Disorder V. Pencegahan Anxiety VI. Terapi Anxiety VII. Hubungan Anxiety dengan Perawatan Gigi
DAFTAR PUSTAKA American Psychiatric Association. 2005. Let's Talk Facts About Anxiety Disorder. Arlington: American Psychiatric Association. Charney, D.; et al. 2002. Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress. Maryland: American College of Neuropsychopharmacology. Dadds, M.; et al. 2000. Early Intervention for Anxiety Disorders in Children and Adolescents. Canberra: Department of Health and Aged Care. Dickey, M; dkk. 2002. Anxiety Disorders. Maryland: National Institute of Mental Health. Golden, L.; et al. 2006. Giving Toys to Children Reduces Their Anxiety About Receiving Premedication for Surgery. Anesth Analg Vol.102: page1070-1072. Kain, Z.; et al. 1997. The Yale Preoperative Anxiety Scale: How Does It Compare with a “Gold Standard”?. Anesth Analg Vol. 85 page: 783-788. Kain, Z.; et al. 2006. Preoperative Anxiety, Postoperative Pain, and Behavioral Recovery in Young Children Undergoing Surgery. Pediatrics Vol. 118: page 651-658. Kiyohara, L.Y.; et al. 2004. Surgery Information Reduces Anxiety In The Pre-Operative Period. Rev. Hosp. Clín. Fac. Med. S. Paulo Vol. 59(2): page 51-56. Locker, D.; A. Liddell; L. Dempster; and D. Shapiro. 1999. Age of Onset of Dental Anxiet. J Dent Res Vol. 78 (3): page 790-796. Manyande, A.; et al. 1992. Anxiety and Endocrine Responses to Surgery: Paradoxical Effects of Preoperative Relaxation Training. Psychosomatic Medicine Vol. 54: page 275-287. National Institute for Clinical Excellence. 2004. Management of panic disorder and generalised anxiety disorder in adults. London: Abba Litho Sales Limited. Raciene, R. 2004. Dental Fear Among Teenagers. Individual Anxiety Factors. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal Vol. 6: page 118-121. Sohn, W. and A.I. Ismail 2005. Regular Dental Visits and dental Anxiety in an Adult Dentate Population. JADA Vol. 136: page 58-66. Vingerhoets, G. 1998. Open-Heart Surgery: Anxiety and Depression. Psychosomatics Vol. 39: page 30–37.
Secara umum, program intervensi untuk phobia yang spesifik pada anak seperti phobia dental ataupun medikal, difokuskan untuk mengurangi terjadinya pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak ataupun remaja.
Biasanya anak yang tidak mengalami pengalaman traumatik pada kunjungan pertamanya ke dokter gigi lebih sedikit kemungkinannya untuk berkembang menjadi anak dengan dental anxiety daripada anak yang langsung mengalami pengalaman traumatik pada kunjungan pertamanya.
Menurut beberapa penelitian, video yang menayangkan tentang perawatan gigi dengan model seorang anak juga dapat mengurangi dental anxiety (Dadds et al., 2000).
VI. Terapi Anxiety
Secara umum terapi kelainan anxiety dibagi menjadi dua macam, dengan obat-obatan dan dengan psikoterapi atau biasa dikenal dengan nama terapi bicara.
Walaupun tiap anxiety disorder memiliki karakteristik tersendiri, umumnya mereka memberikan respon yang baik terhadap dua jenis terapi ini. Dua terapi ini dapat diberikan sendiri-sendiri atau dikombinasikan (Dickey, 2002; American Psychiatric Association, 2005).
Kedua bentuk terapi tersebut dapat dilakukan pada kebanyakan jenis anxiety disorder. Pemilihan terapi, baik salah satu ataupun kombinasi keduanya adalah berdasarkan pilihan dari dokter dan pasien ataupun berdasarkan jenis anxiety yang dialami. Sebagai contoh, hanya psikoterapi yang efektif untuk mengatasi phobia (Dickey, 2002).
Tahap awal yang tepat dalam melakukan perawatan terhadap kelainan ansietas adalah dengan mengunjungi dokter keluarga. Pertama kali, dokter akan melakukan evaluasi diantaranya apakah gejala yang sedang dialami berasal dari anxiety disorder, jenis anxiety disorder apa yang sedang dialami, dan kondisi-kondisi apa saja yang ikut menyertai.
Sangatlah penting untuk menentukan masalah yang spesifik yang menjadi penyebab sebelum memulai suatu rangkaian perawatan. Pasien perlu memberi tahu dokter perawatan apa saja yang pernah dicoba apabila sebelumnya telah mendapatkan perawatan anxiety disorder.
Biasanya dari dokter keluarga, pasien akan dirujuk ke ahli kesehatan mental. Mereka diantaranya adalah psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan konselor. (Dickey, 2002).
1. Obat-obatan Anxiety
Obat-obatan tidak akan menyembuhkan anxiety disorder, melainkan hanya mengendalikan gejala yang timbul sehingga pasien dapat menjalani hidupnya dengan lebih normal (Dickey, 2002).
Obat-obatan anxiety dibagi menjadi dua (Dickey, 2002):
1. Antidepresan 2. Antianxiety
1. Antidepresan.
Antidepresan dapat digunakan sampai beberapa minggu sampai gejala mulai menghilang. Obat antidepresan yang digunakan untuk terapi anxiety diantaranya (Dickey, 2002):
a. SSRIs.
Selective serotonin reuptake inhibitors atau SSRIs bekerja di otak pada serotonin dan memiliki efek samping lebih kecil dari antidepresan sebelumnya. Pada awal pemakaian pasien mungkin dapat mengalami rasa mual ataupun gugup, namun kondisi ini akan menghilang.
Beberapa pasien terkadang mengalami gangguan seksual setelah mengkonsumsi obat ini. Hal ini dapat diatasi dengan mengatur dosis obat ataupun menggantinya dengan SSRIs lain (Dickey, 2002).
Fluoxetine, sertraline, fluvoxamine, paroxetine, dan citalopram merupakan SSRIs yang umum diberikan untuk kondisi panic disorder, OCD, PTSD, dan social phobia ataupun depresi. Venlafaxine merupakan obat yang masih berhubungan dengan obat-obatan SSRIs dan sangat efektif untuk merawat GAD (Dickey, 2002).
b. Tricyclics
Sebelum SSRIs ada juga obat lain untuk merawat anxiety disorder yaitu tricyclics. Obat ini seefektif SSRIs dalam mengatasi anxiety disorder, namun banyak dokter dan pasien lebih memilih memakai obat terbaru, yaitu SSRIs, karena tricyclic terkadang menyebabakan pusing, mengantuk, mulut kering, dan kenaikan berat badan.
Apabila efek samping ini muncul, dosis obat perlu diubah ataupun dilakukan penggantian obat (Dickey, 2002).
Tricyclics sangat berguna untuk merawat orang dengan kekambuhan anxiety disorder dan depresi. Golongan obat ini diantaranya Clomipramine, satu-satunya antidepresan di golongan ini yang diresepkan untuk OCD, serta imipramine yang diresepkan untuk panic disorder dan GAD (Dickey, 2002).
c. MAOIs
Monoamine oxidase inhibitors, atau MAOIs merupakan golongan paling tua dari obat-obatan anti depresi. MAOI yang paling umum diresepkan adalah phenelzine, yang efektif untuk orang-orang dengan kelainan panik dan social phobia. Tranylcyprominedan isoprocarboxazid juga dapat digunakan untuk mengatasi anxiety disorder.
Namun, penggunaan MAOI perlu diperhatikan dengan baik karena obat ini dapat berinteraksi dengan berbagai macam substansi seperti makanan (keju dan anggur merah) serta obat-obatan SSRI. Interaksi ini dapat berupa meningkatnya tekanan darah dan bahaya-bahaya lain yang dapat mengancam jiwa (Dickey, 2002).
2. Antianxiety.
a. Benzodiazepines.
Benzodiazepines dapat mengurangi gejala dengan cepat dan memiliki sedikit efek samping, walaupun terkadang dapat menimbulkan rasa kantuk. Obat ini hanya diresepkan untuk jangka pendek, karena obat ini dapat menimbulkan toleransi bagi pemakainya.
Pengecualian bagi kelainan panik, yang biasanya pengobatan dapat dilakukan 6 bulan sampai 1 tahun. Orang pengguna alkohol atau obat-obatan terlarang tidak dianjurkan memakai obat ini karena akan menyebabkan ketergantungan (Dickey, 2002).
Beberapa orang dapat mengalami rasa kecanduan setelah mereka menghentikan obat ini. Hal ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis obat secara bertahap. Pada beberapa kasus, penghentian penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kembalinya gejala anxiety.
Masalah-masalah potensial dari obat ini mengakibatkan dokter jarang menggunakan obat ini, walaupun obat ini dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi pasiennya (Dickey, 2002).
Beberapa obat benzodiazepines diantaranya clonazepam yang biasanya digunakan untuk social phobia dan GAD, alprazolam untuk panic disorder dan GAD, dan lorazepam untuk panic disorder (Dickey, 2002).
b. Buspirone.
Obat antianxiety terbaru, buspirone, dapat digunakan untuk merawat GAD. Efek samping yang dapat ditimbulkan diantaranya pusing, sakit kepala, dan mual. Obat ini harus digunakan secara teratur selama 2 minggu untuk mencapai efek antianxiety (Dickey, 2002).
c. Beta-blocker.
Beta-blocker, misalnya propanolol, dapat pula membantu mengatasi kelainan ansietas tertentu khususnya social phobia dengan gejala diantaranya jantung berdebar, tangan gemetar, dan gejala fisik lainnya (Dickey, 2002).
Terapi menggunakan obat-obatan dapat pula dikombinasikan dengan psikoterapi, dan bagi beberapa orang kombinasi ini merupakan pendekatan yang paling baik dalam perawatan (Dickey, 2002).
2. Psikoterapi.
Psikoterapi merupakan terapi yang dilakukan dengan cara melakukan pembicaraan dengan ahli kesehatan mental profesional, seperti psikiater, psikologi, pekerja sosial, ataupun konselor untuk belajar mengatasi masalah yang berhubungan dengan anxiety disorder (Dickey, 2002).
1. Terapi tingkah laku-kognitif dan tingkah laku.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi tingkah laku-kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang efektif untuk beberapa anxiety disorder, khususnya panic disorder dan social phobia.
Selain itu, beberapa bukti menunjukkan bahwa terapi tingkah laku-kognitif bertahan lebih lama daripada terapi menggunakan obat-obatan untuk orang-orang dengan kelainan panic disorder, OCD, PTSD, dan social phobia (Dickey, 2002).
Terapi ini mempunyai dua komponen yaitu komponen kognitif dan tingkah laku. Komponen kognitif yang membuat orang mengubah pola pikir untuk mencegah datangnya rasa takut mereka.
Misalnya orang dengan panic disorder dapat dibantu dengan membuat agar mereka berpikir bahwa serangan panik yang mereka hadapi bukanlah serangan jantung seperti yang sebelumnya mereka pikirkan (Dickey, 2002).
Komponen tingkah laku mencoba mengubah reaksi orang terhadap situasi yang memicu anxiety. Caranya dengan memberikan orang apa yang mereka takutkan dan melatihnya untuk jangka waktu tertentu sampai mereka terbiasa dengan hal yang mereka takutkan itu.
Teknik tingkah laku lain adalah dengan mengajarkan orang mengambil nafas dalam-dalam untuk membantu relaksasi dan menangani rasa anxiety mereka. Terapi tingkah laku sendiri telah lama digunakan dan efektif untuk menangani phobia spesifik (Dickey, 2002).
Tujuan utama dari terapi tingkah laku-kognitif dan terapi tingkah laku adalah mengurangi tingkat anxiety dengan menghilangkan pikiran-pikiran ataupun reaksi terhadap hal tertentu yang menimbulkan reaksi anxiety. Biasanya terapi ini dilakukan selama 12 minggu (Dickey, 2002).
Terapi tingkah laku kognitif dan terapi tingkah laku dapat pula dilakukan dalam satu kelompok. Metode ini sangat cocok untuk social phobia (Dickey, 2002).
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan adalah pasien merasa nyaman dengan terapi yang dilakukan. Apabila hal ini tidak dapat dicapai, dianjurkan pasien mencari bantuan yang lain (Dickey, 2002).
Beberapa hal yang dapat menambah efektifitas perawatan anxiety diantaranya adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, dukungan dari keluarga, teknik manajemen stress seperti meditasi (Dickey, 2002).
VIII. Hubungan Anxiety dengan Perawatan Gigi
Rasa takut terhadap perawatan gigi (dental fear) merupakan salah satu perasaan takut yang banyak dirasakan orang. Hal ini akan mengakibatkan munculnya sikap menghindar dari perawatan gigi sehingga secara tidak langsung berakibat terhadap memburuknya kesehatan rongga mulut.
Sebuah penelitian di Norwegia tahun 2003 menunjukkan bahwa orang dengan dental fear memiliki kerusakan gigi lebih banyak secara statistik daripada orang tanpa dental fear (Racine, 2004).
Doerr dan kawan-kawan melaporkan bahwa faktor-faktor seperti jenis kelamin wanita, pendapatan yang rendah dan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut yang rendah, dihubungkan dengan tingkat dental anxiety yang tinggi.
Peneliti juga melaporkan bahwa pengalaman dental traumatik ketika masa anak-anak, pengaruh keluarga, kondisi psikologi tertentu, dan tingkat general fear yang tinggi juga berhubungan dengan dental anxiety (Locker et al., 1999; Sohn and Ismail, 2005).
Dari berbagai penelitian maka dugaan terjadinya dental fear merupakan ekspresi dari sindrom general anxiety disamping reaksi rasa takut spesifik yang independen (Racine, 2004).
Semua tenaga kesehatan gigi perlu memberikan perhatian yang baik kepada pasien dewasa maupun pasien anak-anak dan menggunakan teknik komunikasi yang tepat untuk dapat meningkatkan rasa percaya pasien. Pendekatan pencegahan ini akan mengurangi insidensi dental anxiety pada individu yang lemah secara psikologis (Locker et al., 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar