BEBERAPA JENIS KESULITAN BELAJAR
Oleh: Nelly Marhayati, M.Si
(disampaikan dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan)
Permasalahan belajar meliputi anak-anak yang mempunyai kesulitan di dalam mempelajari pengetahuan yang diharapkan diperoleh di sekolah. Muncul kerancuan istilah antara anak-anak yang mengalami permasalahan dalam belajar dengan anak-anak yang sulit belajar. Di Indonesia anak-anak yang mengalami sulit belajar disebut dengan tuna grahita. Anak-anak tuna grahita IQ nya berkisar antara 50-55 sampai dengan 80. atau disebut juga retardasi mental.
Dalam pembahasan ini kita tidak akan membahas tentang anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar atau tuna grahita. Yang akan menjadi pembahasan adalah anak-anak yang mempunyai masalah belajar pada bidang membaca dan berhitung.
Sebagian ahli mengatakan bahwa penyebab seorang anak mengalami masalah dalam belajar adalah karena mereka kurang memiliki strategi kognitif tertentu dalam belajar. Sehingga dapat kita katakan bahwa seorang anak yang mempunyai masalah dalam belajar akan bisa berhasil jika mampu menggunakan strategi kognitif tertentu. Strategi tersebut dapat berupa pengulangan dalam belajar. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam belajar baik itu membaca ataupun berhitung kurang atau tidak sama sekali mengulang bahan pelajaran yang didapatkannya.
Anak-anak yang tidak mempunyai masalah dalam belajar akan mengerti bahwa menghafalkan sesuatu itu lebih mudah bila bahan yang harus dihafal itu diulang-ulang dalam batin atau disuarakan. Kepandaian di dalam menggunakan system kognitif tersebut disebut metakognisi. Pelatihan mengenai strategi tersebut disebut pelatihan strategi metakognisi. Pelatihan tersebut mempelajari anak untuk mengatur tingkah lakunya sendiri dengan melakukan suatu strategi tugas secara terencana.
1.1Dislaksia
Anak dengan kesulitan membaca disebut disleksi. Anak-anak tersebut mempunyai keterbelakangan membaca yang besar disbanding teman-teman sebaya di sekolah dasar. Seharusnya anak-anak disleksi masuk ke dalam sekolah khusus. Namun disekolah dasar umum banyak juga kita jumpai anak-anak yang mengalami kesulitan besar dalam membaca. IQ anak-anak yang menderita disleksi adalah rata-rata adalah normal.
Kata lain dari disleksi adalah buta kata. Istilah ini memberikan sugesti seolah-olah permasalahan inti dari disleksi adalah bersifat visual. Untuk dapat mengerti dimana letak permasalahannya terlebih dahulu akan diuraikan secara singkat proses belajar dan perkembangan keterampilan membaca.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai disleksia, terlebih dahulu kita ketahui unsur-unsur yang diperlukan seseorang ketika dia sedang membaca. Ketika seseorang sedang membaca surat atau buku, sebenarnya dia sedang melakukan beberapa langkah berikut: Membaca cepat (scanning) huruf demi huruf yang menyusun kalimat yang ada dalam tulisan tersebut dengan urutan yang benar,yaitu dari kiri ke kanan; memindahkan huruf-huruf tersebut ke dalam otak dalam waktu yang singkat; mengenali pengelompokan huruf- huruf yang berbeda yang membentuk satu kata tertentu (hal ini melibatkan identifikasi terhadap masing-masing huruf), dengan berbagai macam bentuk font atau model tulisan tangan yang ada, membandingkan pengelompokan dengan cara seperti di atas dengan katakata yang sudah dikenali yang tersimpan dalam memori otak untuk mengenali bunyi dan arti kata-kata tersebut secara keseluruhan; mengingat arti kata-kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk memahami seluruh isi tulisan, menyelesaikan seluruh proses tersebut dalam hitungan detik, seiring dengan perpindahan pandangan mata yang beranjak dari kalimat satu ke kalimat-kalimat berikutnya.
Proses di atas adalah proses yang dilakukan seseorang (yang normal) dalam membaca. Namun, jika ada salah satu saja proses atau langkah di atas yang terlewati, seseorang akan mengalami kesulitan dalam membaca. Bagi para penderita disleksia, masalah utama dalam membaca terletak pada menghubungkan antara kumpulan huruf dalam sebuah tulisan dengan katakata yang hanya mereka ketahui melalui pengucapannya. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit dikenali apabila para orangtua memperhatikan anak secara cermat.
Misalnya, apabila Anda memberikan sebuah buku yang tidak akrab kepada seorang anak yang menderita disleksia, dia mungkin akan membuat cerita berdasarkan gambar-gambar yang ada di buku tersebut, yang mana antara gambar dan ceritanya tidak memiliki kaitan.Disleksia akan diketahui setelah Anda meminta anak tersebut untuk memfokuskan perhatiannya pada kata-kata dan membacanya dengan suara keras lalu Anda memintanya untuk menceritakan ulang atas teks-teks yang telah ia baca.Apabila ia tidak bisa melakukannya dan malah bercerita berdasarkan interpretasinya atas gambar-gambar yang ada di buku tersebut,kemungkinan besar dia mengalami disleksia.
Kekurangan anak disleksia dalam membaca, yakni Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan, menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya, melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa atau bahkan baris-baris dalam teks yang dibaca, menambahkan katakata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca, membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain, salah melafalkan kata-kata yang sedang dia baca,walaupun kata-kata tersebut sudah akrab,mengganti satu kata dengan kata lainnya,sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang dibaca, membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti, mengabaikan tandatanda baca.
Walau pun mengalami kesulitan-kesulitan tersebut di atas, anak yang mengalami gangguan disleksia sebetulnya mempunyai kelebihan. Mereka biasanya sangat baik di bidang musik, seni, grafis dan aktivitas-aktivitas kreatif lainnya. Cara mereka berpikir adalah dengan gambar, tidak dengan huruf, angka, simbol atau kalimat. Mereka juga baik dalam menghafal dan mengingat informasi. Kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah informasi tersebut.
Ada pun faktor penyebab dari disleksia adalah:
1. Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Namun, orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini pada anak-anaknya, atau anak
2. Problem pendengaran sejak usia dini
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi datau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan mendengar sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang. Konsultasi dan penganganan dari dokter ahli amat diperlukan.
3.Faktor kombinasi.
Yakni kombinasi dari dua hal diatas. Faktor kombinasi ini menyebabkan anak yang disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinyu.
Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia. Misalnya, ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya baik sekali. Lalu ada yang kemampuan matematisnya baik, tapi ada pula yang parah. Sehingga, diperlukan bantuan ahli (psikolog) untuk menemukan pemecahan yang tepat.
1.2.Disgrafia
Kelainan saraf ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap atau pun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan ini sangat menghambat dalam proses belajar, terutama anak yang Akibatnya mereka mengalami frustrasi karena sebenarnya mereka ingin mengespresikan pikiran dan pengetahuan yang didapatnya dalam bentuk tulisan, tapi mereka mengalami hambatan.
Untuk itu orang tua sebaiknya memahami bahwa disgrafia bukan disebabkan karena tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan atau tidak mau belajar. Juga bukan akibat dari kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap anak, atau akibat dari keterlambatan proses visual motoriknya.
Untuk mengetahui apakah anak mengalami disgrafia atau tidak, ada ciri-ciri umum:
1. Ada ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak berusaha keras saat mengkomunikasikan ide, pengatahuan dan perasaannya dalam bentuk tulisan.
5. Sulit memegang alat tulis dengan mantap. Seringkali terlau dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendir ketika menulis atau terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten.
8. Tetap mengalami kesulitan meski pun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
Orang tua, dan guru tentunya, bisa membantu anak dengan gangguan disgrafia dengan beberapa hal, diantaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya tidak membandingkan anak tersebut dengan anak-anak lain. Sikap seperti itu akan membuat orang tua / guru dan anak merasa stres. Jika mungkin, berikan tugas menulis yang singkat-singkat saja. Atau meminta kebijakan dari sekolah untuk memberikan tes secara lisan.
2. Menulis dengan memakai media lain.
Beri kesempatan untuk menulis dengan menggunakan komputer atau mesin ketik. Dengan menggunakan komputer anak bisa mengetahui kesalahannya dalam mengeja dengan menggunakan fasilitas korektor ejaan.
3. Membangun rasa percaya diri anak.
Berikan pujian yang wajar bagi anak atas usahanya. Hindari untuk menyepelekan atau melecehkannya karena hal itu akan membuatnya rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua / guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan usaha yang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis.
Pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya. Bisa juga memintanya untuk membuat gambar untuk tiap paragraf dalam tulisannya.
1.3. Diskalkulia
Yakni gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (countiing) dan kesulitan kalkulasi (calculating). Anak tersebut akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Biasanya ditandai dengan kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematis.
Ciri-ciri diskalkulia
1. Tingkat perkembangan bahasa dan lainnya normal. Seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Termasuk misalnya, sulit menghitung uang kembalian, atau transaksi. Anak menjadi takut memegang uang, atau menghindari transaksi.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurang, membagi, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Kadang mengalami diorientasi waktu atau arah.
5. Terhambat dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Mengalami hambatan dalam pelajaran musik, karena sulit memahami notasi, urutan nada dan sebagainya.
7. Bisa mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan dengan sistem skor.
Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan belajar ini adalah:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual.
2. Kesulitan dalam proses mengurut informasi.
Matematika sangat membutuhkan prosedur penyelesaian yang berurut dan mengikuti pola-pola tertentu, sehingga bila ada kesulitan dalam mengurut informasi, dan hal ini sangat berkaitan dengan proses mengingat, maka anak akan kesulitan untuk mengikuti dan mengikuti prosedur untuk menyelesaikan persoalan matematis.
3. Fobia matematika.
Adanya keyakinan dalam diri anak yang bersangkutan bahwa dia tidak bisa matematika akan membuat dia punya sikap yang negatif tentang matematika. Fobia ini mungkin akibat dari trauma dengan pelajaran matematika, sehingga dia kehilangan kepercayaan dirinya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
Untuk membantu anak dengan diskalkulia belajar, orang tua bisa:
1. Usahakan untuk menggunakan gambar, kata-kata atau grafik untuk membantu pemahaman.
2. Hubungkan konsep-konsep matematika dalam aktivitas sehari-hari anak.
3. Lakukan pendekatan yang menarik terhadap matematika, misalnya permainan matematika dalam komputer atau buku-buku. Dalam permainan itu ada konsep-konsep untuk memahami proses-proses matematis, seperti mejumlah atau mengali. Dan luangkan waktu untuk berlatih tiap hari.
4. Tuliskan konsep matematis atau angka-angka di atas kertas agar anak melihatnya dan tidak sekedar abstrak.
5. Dorong anak untuk untuk melatih ingatan secara kreatif, misalnya menyanyikan angka-angka atau cara lain untuk mempermudah penampilan ingatannya akan angka.
6. Puji secara wajar untuk keberhasilan dan usaha anak.
7. Lakukan proses asosiasi untuk konsep yang sedang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar